Jumat, 27 November 2015

Pengaruh Istri terhadap Pekerjaan Suami

Dari Kholid bin Yazid, ia berkata: Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:
.
"Aku datang kepada seorang pedagang kain di Makkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu akupun meninggalkannya dan aku katakan,
.
"Tidaklah layak dibeli dari orang semacam itu", lalu aku pun beli baju dari pedagang yang lain.
.
Dua tahun setelah itu aku (pergi untuk menunaikan ibadah) haji, dan aku bertemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah. Lalu aku bertanya kepadanya, "Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?"
.
Ia menjawab, "Ya benar!"
.
Aku bertanya lagi, "Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang?! Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan mu dan (mengumbar) sumpah!"
.
Lantas ia pun bercerita, "Dahulu aku mempunyai istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rejeki, maka ia meremehkannya, dan jika aku datang kepadanya dengan rejeki yang banyak maka ia (akan) menganggapnya sedikit. Lalu Allaah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita, yang jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata,
.
'Wahai Suamiku, bertakwalah kepada Allaah. Jangan engkau beri makan aku melainkan dengan yang thoyyib (halal), dan jika engkau datang kepadaku dengan sedikit rejeki, aku akan menganggapnya banyak. Dan jika engkau tidak dapat apa-apa, (maka) aku akan membantumu memintal (kain).'"
.
Al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm (V/252) karya Abu Bakr Ahmad bin Marwan bin Muhammad ad-Dainuri al-Qodhi al-Maliki

Dia Berhak Tahu...

Menikahi seseorang sama dengan membawanya ke dalam benteng kokoh yang selama ini kita diami. Jika tidak, mungkin pernikahan serupa ritual bertajuk separuh agama. Menyelesaikan masalah dengan diri sendiri atau siapapun sebelum menikah bukan menghindarkan pasangan dari pengetahuan tentangnya. Dia berhak tahu, siapa seseorang yang dia ijinkan memberikan warisan gen kepada keturunannya kelak. Dia berhak tahu, siapa yang dia bagi separuh jiwanya itu.

Seseorang yang akan menjadi bagian dari kehidupan kita di dunia dan akhirat berhak tahu tentang siapa sebenarnya kita. Topeng yang kita pakai selama ini hendaklah dilepas, sememalukan apapun asli kita. Itulah diri kita dan dia berhak tahu. Meski pada akhirnya muncul penolakan atas pengetahuan tentang kita yang dia ketahui, itu tidak masalah. Dan itu memang menjadi sebuah ujian, tidak hanya untuk kita, tapi untuknya.

Saya percaya bahwa pada akhirnya akan ada orang yang benar-benar menerima. Asal kita tidak menyembunyikan diri kita dengan membohonginya dengan terus menutup diri, membiarkan dia tidak tahu sama sekali tentang kita.

Dia berhak bertanya dan berhak mendapatkan jawab. Siapa orang yang berani-beraninya menawarkan dirinya. Siapa orang yang dengan tiba-tiba muncul dalam hidupnya. Ungkapkanlah kejujuran diri itu meski itu sangat buruk. Kita akan mengenal diri kita sendiri melalui orang lain, kita pun menguji diri kita, seberapa terbuka kita dengan orang yang akan kita berbagi dunia dengannya.

Bandung, ©kurniawangunadi